Banyuwangi (Humas)-Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa) bersama Kang Oman (Oman Faturahman) ke 100 digelar di Pendopo Sabha Swagata Banyuwangi, Jumat malam (22/09/2023) yang diikuti tokoh Agama, Seni dan Budaya di Banyuwangi.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyampaikan bahwa Ngariksa sangat menarik karena mengupas tentang kedekatan Agama dan Budaya.
"Sarasehan Agama dan Budaya, kami bangga diselenggarakan di Banyuwangi", kata Ipuk.
Lebih lanjut Isteri Menpan RB Abdullah Azwar Anas itu menyampaikan bahwa dalam agama juga ada nilai nilai budaya.
Pembina Ngariksa Lukman Hakim Syaifudin menyampaikan bahwa Indonesia merupakan masyarakat yang beragam dengan berbagai macam budaya, karenanya Ngariksa merupakan salah satu upaya menjaga masa lalu kita dikaitkan dengan masa kini dan antisipasi kedepan.
"ini adalah tonggak tertentu, karena ini merupakan ngariksa ke 100 dan kedepan kita pikirkan ngariksa dikaitkan dengan kebutuhan kita di masing-masing daerah", kata mantan Menteri Agama Republik Indonesia.
Hadir dalam kesempatan tersebut beberapa tokoh seperti Ketua DKB Hasan Basri, Ketua komunitas Lentera Sastra Syafaat, Direktur Radar Banyuwangi Samsudin Adlawi, Kepala Balitbang Kementerian Agama Mastuki, Rektor UIN KHAS Jember Babun Suharto serta Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi.
Yang menarik, dalam paparannya, Oman Faturahman juga menampilkan slide keterlibatan siswa madrasah dalam kegiatan gandrung sewu.
"Agama dan Budaya merupakan soal-soal yang perlu di harmonisasi untuk Indonesia emas 2045", kata Oman.
Kangen Oman membahas tentang pentingnya merawat naskah kuno sebagai kekayaan khasanah budaya di Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut Rektor UIN KHAS Jember menyerahkan Kitab Al-Qur’an Terjemah Bahasa Osing kepada beberapa tokoh yang hadir, begitu juga dengan Lukman Hakim Syaifudin menyerahkan buku karyanya berjudul Moderasi Beragama.
Ketua Komunitas Lentera Sastra menyampaikan bahwa kegiatan semacam ini perlu terus dilakukan di Banyuwangi dengan mengingat di ujung timur Pulau Jawa ini sangat kaya dengan budaya.
"Masyarakat Banyuwangi bukan hanya menjaga manuskrip kuno, tetapi juga menjaga dengan tradisi menbacanya" kata Syafaat.
Dikesempatan tersebut juga ditampilkan mocoan lontar Babat Tawang Alun oleh Komunitas Osing.
Angka 100 boleh jadi sama seperti angka lainnya. Namun, dalam berbagai tradisi, angka yang dalam hitungan tahun berarti menunjukkan satu abad itu juga dianggap istimewa. Dalam tradisi keagamaan Islam misalnya, diyakini bahwa seorang pembaharu (ke) akan lahir setiap seratus tahun, atau setiap satu abad.
Ngariksa ke 100 yang dilaksanakan di Pendopo Sabha Swagata ini merupakan tonggak bagi seniman dan budayawan di Banyuwangi untuk terus berkarya untuk negeri.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Moh. Amak Burhanudin ketika di wawancara media ini menyampaikan bahwa pihaknya mendukung seni dan budaya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. (syaf)